Oleh : Indra Sastrawat
Sampai bulan April 2012 penjual langsat (duku) di kota Makassar masih banyak. Buah langsat termasuk buah musiman yang hadir saat msuim penghujan sekitar akhir tahun. Di Makassar buah ini termasuk buah favorit warga, tidak perlu mengimportnya bahkan tidak perlu mendatangkan dari luar pulau. Buah langsat banyak dijumpai di daerah di Sulsel dan Sulbar.
Langsat termasuk buah-buahan yang mudah busuk, sayangnya belum ada teknologi pertanian yang bisa membuat awet buah-buahan ini sehingga bisa dinikmati sepanjang tahun. Dampaknya pedagang buah langsat menjamur di setiap penjuru kota. Jalan-jalan besar seperti AP. Pettarani, Sultan Alauddin hingga Jl. Perintis Kemerdekaan banyak ditemui penjual langsat.
Persaingan harga membuat pedagang lihai mempermainkan timbangan. Ketika awal Desember harga per 1 kilogram masih Rp. 5.000 maka bulan berikutnya harga berfluktuasi dengan cepat menjadi Rp.10.000 per 4 kilo bahkan ada yang berani 10.000 per 5 kilo. Wets jangan terkecoh dulu, walaupun bilangnya 5 kilo tapi beratnya tidak lebih dari 3 kilo. Banting harga kerap dilakukan si pedagang, namun isi timbangan semakin menciut.
Ini bentuk kecurangan yang sudah dianggap biasa. Anehnya pembeli yang sudah tahu di curangi sama penjual tetap mau saja membeli. Dengan mobil pick-up atau truk terbuka mereka menjual langsat. Warga Makassar pun sudah mahfum dengan prilaku penjual ini, bagai warga timbangan langsat tidak bisa dipercaya.
Sadar telah dikerjai, masyarakat menjadi malas membeli. Dagangan mereka pun menjadi sepi. Tak sedikit dari mereka rugi, dagangannya banyak yang rusak lantaran busuk. Tapi yang namanya penjual punya banyak trik biar jualannya laku. Misalnya satu kantong dipatok harga 10.000 rupiah. Cara ini lumayan bagus dan dianggap lebih baik. Ada juga penjual sudah tobat dengan berani menulis timbangan jujur satu kilo 5.000 rupiah, saya pernah melihatnya di jalan Cederawasih, entah sekarang jualannya masih bertahan atau bubar.
Berbeda dengan Rambutan walau timbangan yang pakai sama tapi warga belum merasa tertipu. Secara kasat mata yang dilakukan penjual tidak lain adalah penipuan yang bisa diancam pidana. Lucunya karena penjual langsat ini banyak yang jualan tidak jauh dari kantor polisi, seperti di Jalan AP. Pettarani atau di dekat Polda Sulsel di jalan Perintis Kemerdekaan. Memang dilematis pedagang kecil ini hadir karena tuntutan ekonomi yang semakin berat, kalau begini buntut-buntutnya pemerintah yang bertanggungjawab.
Kecurangan yang kedua adalah buah yang bagus sengaja di taruh paling atas sedangkan yang kulitasnya tidak bagus ditumpuk dibawah. Dan ketika pembeli datang maka jualan yang tidak bagus ikut terjual, kalau tidak was-was pembeli akan merasa tertipu. Maksud hati ingin buah segar dan bagus eh malah dapat yang bonyok.
Saya jadi ingat dengan film India yang sering menampilkan tariannya, si penari paling depan biasanya paling cantik sedangkan yang kurang cantik di tumpuk paling belakang. Mungkin penjual buah-buahan ini terinspirasi seringnya nonton film India dan tarian Bombay.
Pedagang yang baik adalah pedagang yang jujur, keuntunganya adalah berkah buat keluarganya. Pernah ada satu bangsa yang dimusnahkan gara-gara curang dalam menakar timbangan. Di beri peringatan tapi tetap membandel, akhirnya azab Tuhan turun dan menghancurkan mereka. Pengusaha besar lahir dari penjual yang jujur dan amanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar